BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia bukanlah malaikat yang lepas dari kesalahan dan dosa, sanggup beribadah
dan bertasbih selamanya, namun manusia juga bukan syaitan yang senantiasa
salah, sesat dan menyesatkan, akan tetapi manusia adalah makhluk yang diberikan
dan dibekali oleh allah akal dan nafsu ditambah lagi dengan qalbu kesinambungan
akal dan nafsu disertai dengan hati yang bersih menjadikan manusia mendapatkan
derajat yang tinggi dari malaikatKalau kita tengok sejarah kebelakang sebelum
islam itu datang, kita dapat temukan refernsi-referensi tentang bejad dan
tercelanya sifat para kaum-kaum jahiliyah yang tidak mempunyai peradaban yang
murni mereka hanya mengumbar nfsu belaka tanpa mementingkan etika yang baik dan
mulia. Ini semua adallah disebabkan oleh tidak adanya aturan dalam hidup, oleh
sebab itu Allah SWT mengutus seorang nabi yang merupakan nabi dan rosul
terakhir yang diutus hingga akhir zaman untuk menyempurnakan akhlak dimuka bumi
ini terkhusus bagi bangsa arab sendiri sebagaimana diterangkan dalam hadist
berikut:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Artinya: ‘‘Sesungguhnya aku (Muhammad) di utus untuk
menyempurnakan akhlak’’
Hadits diatas menunjukan kepada kita, bahwa
benar-benar nabi kita Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan dan
memaksimalkan akhlak baik di dunia ini, karena dengan akhlak baiklah maka kan
berbuah syurga yang dinanti
B. Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dibahas dalam
makalah ini, diantaranya:
- Pengertian akhlak yang di lihat dari segi kebahasaan (Linguistik) dan segi peristilahan (Terminologi).
- Ruang lingkup akhlak yang islami.
- Akhlak karimah dan akahlak mazmumah.
C. Tujuan Penulisan
Secara umum Diharapkan baik penyusun
maupun pembaca dapat lebih memahami dan menerapkan perihal Akhlak dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi
contoh yang baik bagi lingkungannya. Selain itu juga sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Al - Islam, agar telaksana tujuan pendidikan yang diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Kata
“Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun خَلْقٌ yang berarti
kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliqخَالِقٌ yang
berarti pencipta; demikian pula dengan akhluqun مَخْلُوْقٌ yang berarti
yang diciptakan.
Secara
epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan berbagai perspektif sesuai
dengan para ahli tasawuf diantaranya :
- Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut:
حَالً لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ لهَاَ
اِلَى اَفْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَرُوِيَّةٍ
Artinya:
“Keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa
melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
2. Imam
Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
اَلْخُلُقُ عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ
فِى النَّفْسِ رَاسِخَةٍ عَنْهَا تَصْدُرُ اْلَافْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍمِنْ
غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وَرُوِيَّةٍ
Artinya:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
3.
Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang
disebut akhlak “Adatul-Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Definisi ini
terdapat dalam suatu tulisannya yang berbunyi:
عَرَفَ بَعْضُهُمْ اْلخُلُقَ
بِأَنَّهُ عَادَةُ اْلِارَادَةِ يَعْنِى أَنَّ اْلِإرَادَةَ اِذَا اعْتَادَتْ
شَيْأً فَعَادَتُهَا هِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْخُلُقِ
Artinya: “Sementara
orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan
itu dinakamakan akhlak”.
Makna kata kehendak dan kata kebiasaan dalam penyataan
tersebut dapat diartikan bahwa kehendak adalah ketentuan dari beberapa
keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan ialah perbuatan yang
diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan
kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan dari kekuatan yang
besar inilah dinamakan Akhlak.
Sekalipun ketiga definisi akhlak diatas berbeda
kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak berjauhan maksudnya, Bahkan berdekatan
artinya satu dengan yang lain. Sehingga Prof. Kh. Farid Ma’ruf membuat
kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai berikut:
“Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan
dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih
dahulu”.
B.
Ruang
Lingkup Akhlak
1. Akhlak
kepada Allah
Beberapa akhlak yang sudah menjadi
kewajiban bagi kita sebagai mahluk kepada kholiq-Nya, diantaranya:
·
Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah
Allah untuk menyembah-Nya sesuai denganperintah-Nya. Seorang muslim beribadah
membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
·
Berzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam
berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati.
Berzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
·
Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada
Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan
dan penerapan akhlak dalam Kehidupan.
·
Tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya
kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan atau menanti akibat dari suatu
keadaan.
·
Tawaduk kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan
Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah dan hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa,
oleh karena itu idak layak kalau hidup dengan angkuh dan sombong, tidak mau
memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
Seorang muslim harus menjaga
akhlaknya terhadap Allah swt, tidak mengotorinya dengan perbuatan syirik
kepada-Nya. Sahabat Ismail bin Umayah pernah meminta nasihat kepada Rasulullah
saw, lalu Rasulyllah memberinya nasihat singkat dengan mengingatkan, “Janganlah
kamu menjadi manusia musyrik, menyekutukan Allah swt dengan sesuatupun, meski
kamu harus menerima resiko kematian dengan cara dibakar hidup-hidup atau tubuh
kamu dibelah menjadi dua“. (HR. Ibnu Majah).
2. Akhlak kepada Diri Sendiri
Adapun
Kewajiban kita terhadap diri sendiri dari segi akhlak, di antaranya:
·
Sabar, yaitu prilaku seseorang terhadap dirinya
sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang
menimpanya. Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan
dan ketika ditimpa musibah.
·
Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian
nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam
bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan
bacaan Alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
·
Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa
saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk
melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa
diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
3.
Akhlak kepada keluarga
Akhlak
terhadap keluarga adalah mengembangkann kasih sayang di antara anggota
keluarga yang diungkapkan dalam
bentuk komunikasi. Akhlak kepada ibu bapak adalah berbuat baik kepada keduanya
dengan ucapan dan perbuatan. Berbuat baik kepada ibu bapak dibuktikan dalam
bentuk-bentuk perbuatan antara lain : menyayangi dan mencintai ibu bapak
sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut,
mentaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua
dan tidak mampu lagi berusaha.
Komunikasi yang didorong oleh rasa
kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Apabila
kasih sayang telah mendasari komunikasi orang tua dengan anak, maka akan lahir
wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya, akan lahir kepercayaan orang tua
pada anak oleh karena itu kasih sayang harus menjadi muatan utama dalam
komunikasisemua pihak dalam keluarga.
Dari komunikasi semacam itu akan
lahir saling keterikatan batin,keakraban, dan keterbukaan di antara anggota
keluarga dan menghapuskan kesenjangan di antara mereka. Dengan demikian rumah
bukan hanya menjadi tempat menginap, tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal
yang damai dan menyenangkan, menjadi surga bagi penghuninya. Melalui komunikasi
seperti itu pula dilakukan pendidikan dalam keluarga, yaitu menanamkan
nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai landasan bagi pendidikan yang akan
mereka terima pada masa-masa selanjutnya.
4.
Akhlak kepada Sesama Manusia
Berakhlak
baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan
hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Mukmin
yang paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling
baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya“. (HR.
Ahmad).
A)
Akhlak
kepada sesama muslim
Diantara akhlak
terpenting terhadap sesama Muslim adalah :
1. Memberi bantuan harta
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Rasulullah SAW bersabda :
“ Barangsiapa berada
dalam kebutuhan saudaranya, maka Allah berada dalam kebutuhannya, dan
barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari oarng Muslim dari berbagai
kesusahan dunia, maka Allah menghilangkan darinya satu kesusahan dari berbagai
kesusahan pada hari kiamat.”
2. Menyebarkan salam
Rasulullah SAW bersabda :
“ Kalian tidak masuk
surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling
mencintai. Maukah kuberitahukan sesuatu kepada kalian, jika mengerjakannya
kalian saling mencintai ? Sebarkanlah salam.” (HR. Muslim)
3. Menjenguknya jika ia
sakit
Rasulullah SAW bersabda :
“ Jenguklah orang yang sakit, berikanlah makanan kepada orang yang
kelaparan serta bebaskanlah kesukaran orang yang mengalami kesukaran.” (Diriwayatkan Bukhari)
4. Menjawabnya jika ia
bersin
Rasulullah SAW bersabda :
“ Jika salah seorang
diantara kalian bersin, hendaklah mengucapkan, ‘Alhamdulillah’, dan hendaklah
saudara atau sahabatnya menjawab, ‘Yarhamukallah’, dan hendaklah dia (yang
bersin) mengucapkan. ‘ yahdikumullah wa yuslihu balakum’.”
5. Mengunjunginya karena
Allah
Rasulullah SAW bersabda :
“ Barangsiapa
menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka ada
penyeru yang menyerunya, ‘Semoga engkau bagus dan bagus pula perjalananmu,
serta engkau mendiami suatu tempat tinggal di surga’.” (HR. Ibnu Majah dan
At-Tirmidzi)
6. Memenuhi undangannya
jika dia mengundangmu
Rasulullah SAW bersabda :
” Hak orang Muslim
atas Muslim lainnya ada lima : Menjawab salam, mengunjungi yang sakit,
mengiring jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang yang bersin.” (HR.
Asy-Syaikhani)
Tambahan dari HR. Muslim
“apabila ia minta nasihat, maka berilah dia nasihat”.
7.
Tidak menyebut-nyebut aibnya dan menggunjingnya, secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
Rasulullah SAW bersabda :
“ Setiap Muslim atsa
Muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”
8. Berbaik sangka
kepadanya.
Rasulullah SAW bersabda :
“ Jauhilah
persangkaan, karena persangkaan itu perkataan yang paling dusta.” (Muttafaq
Alaihi)
B)
Akhlaka
kepada non muslim
Ada tiga
hadits tentang hal ini. Hadits Pertama, sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam
إِنَّ الرُّسُلَ لاَ تُ
“…. Sesungguhnya para utusan (duta) itu tidak boleh
dibunuh” [Hadits Riwayat Abu Dawud]
Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan penghubung antara kaum muslimin dengan kaum kafir. Keadilan dan kasih sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan mentaati) perjanjian dan ikatan janji. Ini diantara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum muslimin, atau dari agama Islam, atau dari Nabi Islam kepada orang-orang kafir, non Islam.
Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan penghubung antara kaum muslimin dengan kaum kafir. Keadilan dan kasih sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan mentaati) perjanjian dan ikatan janji. Ini diantara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum muslimin, atau dari agama Islam, atau dari Nabi Islam kepada orang-orang kafir, non Islam.
Hadits Kedua, yaitu dalam wasiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mua’dz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“…. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”
[Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, Darimi]
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan “Pergaulilah kaum muslimin, atau orang-orang yang shalih, atau orang-orang yang mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan “ … dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”.
Maksudnya adalah semua menusia, yang kafir, yang muslim, yang mushlih (yang melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih, sebagai bentuk keluasan rahmat dan kelengkapannya dengan akhlak din (agama). Hadits Ketiga, yaitu hadits tentang seorang Yahudi, tetangga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering menyakiti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya ini memiliki seorang anak yang sedang sekarat. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang berkunjung ke rumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang ini.
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan “Pergaulilah kaum muslimin, atau orang-orang yang shalih, atau orang-orang yang mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan “ … dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”.
Maksudnya adalah semua menusia, yang kafir, yang muslim, yang mushlih (yang melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih, sebagai bentuk keluasan rahmat dan kelengkapannya dengan akhlak din (agama). Hadits Ketiga, yaitu hadits tentang seorang Yahudi, tetangga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering menyakiti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu ketika, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya ini memiliki seorang anak yang sedang sekarat. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang berkunjung ke rumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang ini.
1. Saling toleransi dalam hal masalah agama
(ibadah)
2. Melindunginya kalau mereka meminta
pertolongan
3. Jangan saling menyakiti
Di dalam hadits Qudsi Allah SWt berfirman :
“ Siapa
yang menyakiti orang kafir (dzimmy), maka Aku akan jadi musuhnya di hari
kiamat.” (HR. Muslim)
C.
Akhlak
karimah dan akhlak mazmumah
1.
Akhlak
karimah
Karimah berarti mulia,
terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan
terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia
atau akhlakul karimah.
Rasulullah saw juga
bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Fungsi akhlakul karimah dalam kehidupan adalah sebagai buah dari satu-satunya
latar belakang diciptakannya manusia, yaitu untuk beribadah (menyembah) kepada
Allah swt. Karena akhlakul karimah merupakan cermin dari berbagai aktivitas
ibadah kepada Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini maka ibadah hanyalah
sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki nilai dan manfaat apa-apa.
Contoh-contoh
akhlak karimah:
a.
Ikhlas
Kata
ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya
berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim
Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari
Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril
berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman,
“(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati
orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.”
b. Amanah
Secara
bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan
secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal
ini didasarkan pada firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian
untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika
menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58).
c.
Adil
Adil
berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain
ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil
kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/
pimpinan dan sesama saudara.
d.
Bersyukur
Syukur
menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith” adalah mengakui adanya kenikmatan dan
menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna
syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup)
hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur.Yaitu dengan cara tidak
memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci
oleh Allah SWT.
e. Berani atau Pemberani
adalah
Sikap pantang menyerah. Salah satu sifat yang dikaruniakan oleh Alloh SWT
kepada setiap manusia, meskipun dalam hatinya merasa takut namun tetap
maju meskipun rasa takut menyelimutinya. meski pertama mengalami kegagalan ia
akan selalu memikirkan bagaimana kegagalan tersebut tidak terulang untuk yang
kesekian kalinya
f. Malu
malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi
seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak
orang lain.
g. jujur
Jujur dapat diartikan bisa menjaga amanah. Jujur merupakan salah satu sifat
manusia yang mulia, orang yang memiliki sifat jujur biasanya dapat mendapat
kepercayaan dari orang lain. Sifat jujur merupakan salah satu rahasia diri
seseorang untuk menarik kepercayaan umum karena orang yang jujur senantiasa
berusaha untuk menjaga amanah. Amanah adalah ibarat barang titipan yang harus
dijaga dan dirawat dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Berhasil
atau tidaknya suatu amanat sangat tergantung pada kejujuran orang yang memegang
amanat tersebut.
2.
Akhlak
mazmumah
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak
dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya).
Contoh-contoh akhlak mazmumah :
a. sombong
Sombong atau istilah bahasa Arabnya Al-Bathar, dalam kamus Lisan Al Arab
dikatakan, bahwa arti dari kata Bathar sama dengan Tabakhtur (takabur). Dan ada
juga yang mengatakan arti sombong di kala mendapat nikmat atau sombong karena
kaya. Orang yang sombong berarti tidak mensyukuri nikmat yang dianugerahkan
kepadanya.
b. Angkuh,
Yaitu suka memandang rendah orang lain
c.
Egois,Yaitu
selalu mementingkan diri sendiri, dan cenderung kurang bersosialisasidengan
sesama
d.
Pembenci,
Yaitu sifat yang kurang bisa memaafkan kesalahn orang lain
e.
Pendusta,
Yaitu selalu berkata bohong
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan
manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at,
perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan
Khaliq atau dengan sesama makhluk. Akhlak ini merupakan hal yang paling penting
dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling
baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang
mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia
yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
B. Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya. Serta diharapkan,
dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat
menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan
sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W , setidaknya kita
termasuk kedalam golongan kaumnya.
Post a Comment